Minggu, 23 September 2012

CERPEN_ "Akhir Napas Ibu"



Senja telah menyapa dengan wajahnya yang merah merona, tersenyum menyapa dunia. Namun, keramahan senja tak mampu mengobati tangis dalam hati Nina, gadis berumur 15 tahun ini sangat khawatir akan keadaan ibunya yang menderita kanker jantung, dan penyakit mematikan itu kini semakin parah.

Dalam tangis haru, Nina berusaha untuk membujuk ibunya agar mau dibawa ke Rumah Sakit. Ibunya bernama Aminah.

"Ibu, aku anter ke Rumah Sakit yah.. Ibu harus dirawat" Sambil menangis, Nina memohon dengan sangat pada ibunya.

"Tidak usah, Nina. Ibu baik_baik aja kok" Aminah tersenyum, berusaha menutupi rasa sakit di dadanya.

"Bu, ibu udah parah, ibu harus dibawa ke rumah sakit.. Nina mohon, bu..." Nina tak kuasa menahan tangisnya, aira matanya seperti memberontak, memaksa untuk keluar dari matanya.

"Tidak usah, Nina. Kalau ibu dirawat, mau bayar pakai apa? Inget, nak.. ayah kamu sudah tidak ada, kita harus sadar itu. Beliau satu_satunya tulang punggung keluarga kita. Walaupun almarhum ayahmu hanya seorang kuli bangunan, tapi ia sangat pantang menyerah dan bertanggung jawab" Aminah berusaha menyadarkan Nina bahwa mereka benar_benar hidup dalam kekurangan, apalagi setelah ayahnya meninggal.

"Iah, bu, aku tau. Ayah meninggal 2 tahun yang lalu dan semenjak saat itu kita hidup menggelandang seperti ini karna tulang punggung kita sudah tidak ada lagi. Tapi insya Allah aku bisa bayar tagihan Rumah Sakit itu, bu.." Nina sudah membulatkan tekad untuk membawa ibunya ke Rumah sakit.

Aminah tersenyum, kemudian ia tak sadarkan diri. Nina sangat panik melihat keadaan ibunya. Spontan ia berteriak.

"Ibu, ibu kenapa?Ibu bangun! Ibu...!!" Nina menjerit histeris.

Warga sekitar segera membawa Aminah ke Rumah Sakit terdekat.

Sesampainya di Rumah Sakit..

Selang beberapa waktu kemudian..
Seorang Dokter keluar dari ruangan ICU tempat Aminah dirawat.

"Dokter, keadaan ibu gimana? Ibu baik_baik aja kan, Dok?" Nina langsung mendekatkan diri pada Dokter tersebut. Ia sangat berharap Dorter mempunyai kabar baik tentang keadaan ibunya.

"Kanker ibu kamu sangat parah. Sudah stadium akhir. Seharusnya dibawa kemari sebelum parah. Saya khawatir ini terlambat" Dokter memberi penjelasan.

"Apa? Jadi gimana, Dok? Ibu aku bisa sembuh, kan?" Nina semakin panik.

"Ibu kamu harus dirawat untuk beberapa hari. Rawat inap" Lanjut Dokter.

Nina semakin bingung, pikirannya melayang. Akan ia cari uang di mana untuk membayar  tagihannya nanti?

Mentari melambai dari balik awan, ia berbaik hati untuk menyinari dunia pagi ini. Aminah masih belum siuman, dan itu membuat rara khawatir Nina akan keadaan ibunya semakin besar saja.

Pagi ini ia pulang untuk mengganti pakaiannya dan mengambil pagaikan ganti untuk ibunya.

Sesampainya di depan rumah, Nina sangat terkejut melihat seorang petugas keamanan yang sedang melalukan penggusuran terhadap rumah keluarganya.

Bulldozer meraung_raung di depan ruamhnya yang hampir rata dengan tanah.

"Allahuakbar!! Kenapa rumah kami digusur? Ini rumah kam!" Nina menangis melihat pemandangan seperti itu. Rumah satu_satunya yang bisa ia dan ibunya tinggali telah digusur. Ia menangis.

"Anak kecil seperti kamu tau apa? Dasar anak kemaren sore! Tanah ini bukan milik keluargamu. Keluargamu membangun rumah di atas tanah milik Juragan Aiman.Keluargamu cuma numpang! Sekarang izin pembangunan dibatalkan, dan tanah ini akan dibangun menjadi Ruko. Jai rumah keluargamu harus digusur! Mengerti?!" Denagn nada tinggi dan keangkuhannya, petugas keamanan memaki Nina, lalu melanjutkan kembali tugasnya.

"Tidak! Tidak..!!" Nina menangis, menjerit sejadinya.

Dia berlari, emosinya memuncak. Tangis, keluh kesah yang tiada henti ia rasakan. Hidup dengan berkawan bedan_beban yang bergelantung di pundaknya. Ia berlari sekencang_kencangnya menelusuri perkampungan kumuh itu. Ia berusaha meredahkan emosinya.


Hingga tiba di tepi sebuah danau, ia kelelahan, tertunduk di tepi danau. Ia memeluk kedua lututnya dan membenamkan wajahnya di antara lutut_lututnya.

Hatinya hancur, seperti baru terkena dentuman gong yang sangat keras hingga hancung berkeping_keping. Denagn lemas ia kembali ke rumah sakit dengan wajah muram, tanpa senyum sedikitpun di wajahnya. Di wajahnya hanya tergores tinta kesedihan.

Nina masuk ke kamar tempat ibunya dirawat, dan ia terkejut ketika mendapati bahwa ibunya tidak ada di kamar itu. Nina panik dan langsung keluar dari kamar itu. Ia berusaha mencari Dokter yang biasa menangani ibunya.

Setelah mencari, akhirnya ia menemukan dokter tersebut.

"Dokter, ibu aku ke mana?Kenapa tidak ada di kamarnya?" Wajah panik Nina tidak bisa ia sembunyikan. Ia menyergap Dokter dengan pertanyaan_pertanyaan yang berputar_putar di kepalanya.

"Maaf, Nina.." Wajah Dokter terlihat sangat menyesal.

"Kenapa, Dok? Ibu aku kenapa? Kok Pak Dokter minta maaf? Ibu baik_baik aja, kan? Dokter jawab!!" Nina tidak sabar, ia setengah berteriak. Panik.. Benar_benar panik.Ia mulai menangis.

"Satu jam yang lalu Malaikat menjemput ibu kamu, Nina. Kami tidak bisa berbuat apa_apa dengan takdir yang Allah berikan" Nada Dokter sangat pelan, ia sangat menyesal tidak dapat menolong Aminah.

"Tidak!! Tidak!! Ini tidak mungkin! IBU....!!" Nina histeris, ia berlari sangat kencang dengan air mata yang tak dapat ia bendung lagi.

Almarhumah ibu Nina dimakamkan di samping makam Almarhum Ayahnya.

Setelah pemakaman, Dokter itu mengangkat Nina sebagai anak angkatnya, karna beliau tahu tentang keadaan keluarga Nina. Nina hanya hidup sebatang kara, sementara Dokter dan istrinya belum dikaruniai anak, jadi dokter mengambil keputusan seperti itu.

10 tahun kemudian..

Nina mengunjungi Pemakaman Ayah dan Ibunya..

"Ayah, Ibu..  Terimakasih atas kasih sayang dan do'a yang telah kalian berikan pada Nina.Nina sekarang jadi Dokter.." Nina tersenym disebelah makam ayah dan ibunya sambil menitihkan air mata.

#TAMAT



Story by Mirza Noorfathya Khairunnissa.. :)
"My Own"

0 komentar:

Posting Komentar

 

Mirza Nissa Template by Ipietoon Cute Blog Design and Homestay Bukit Gambang

Blogger Templates